Sosio teknologi
A.
Pengertian Sosioteknologi
Menurut Filino Harahap (Mangunwijaya, 1983) teknologi
merupakan penerapan secara sistematis dari pengetahuan-pengetahuan ilmiah untuk
keperluan-keperluan praktis. Pengetahuan-pengetahuan tersebut terakumulasi dalam
kemampuan teknik dan intelektual yang diaplikasikan secara praktis dalam
menciptakan produk (barang dan jasa) untuk keperluan umat manusia.
Secara umum, definisi sosioteknologi adalah sebuah
epistemologi pengembangan sains dan teknologi dengan sudut pandang aspek
kemasyarakatan dan kemanusiaan. Studi ini memiliki fungsi dan peran untuk
mentransformasikan masyarakat menjadi masyarakat pengetahuan yang kritis,
kreatif, dan inovatif (Pikiran Rakyat, 29 Agustus 2001).
Sosioteknologi sendiri mencoba menelaah lebih jauh
tentang keterkaitan ataupun relasi antara manusia dengan teknologi. Penelaahan
ini berkaitan dengan implikasi yang ditimbulkan teknologi terhadap segi-segi
kehidupan dan penghidupan masyarakat –bagaimana seharusnya mengelola dampak dan
peran teknologi tersebut dalam meningkatkan derajat kemasyarakatan di satu
sisi, serta bagaimana seharusnya sikap dan peran masyarakat dalam menerima
fungsi teknologi itu di sisi lain (Sinaga, 2001).
Beberapa prinsip dalam hal hubungan antara manusia
dengan teknologi antara lain :
a.
Watak teknologi
Teknologi bukanlah “benda mati”, ia
“hidup”. Ia memiliki mekanisme dan dinamika kerjanya sendiri. Mekanisme itu
dapat mengubah manusia penggunanya sehingga manusianya sehingga manusianya ikut
menjadi alat. Manusia yang hakekatnya adalah makhluk yang mengekspresikan
keunikan dirinya lewat pekerjaannya (homo faber), akhirnya bisa kehilangan
kemanusiaannya dan menjadi alat belaka atau salah satu komponen saja dari
sistem pekerjaan atau produksinya. Dan karena merupakan suatu kesatuan sistem,
teknologi bukan sekedar alat tak berjiwa melainkan ia mampu juga menciptakan
dunianya tersendiri dengan seperangkat sistem nilainya (Sutama, www.bpkpenabur.or.id/index.htm).
Selain itu teknologi yang umumnya diyakini
sebagai kebutuhan pokok untuk “maju” dan membebaskan manusia dari
bencana-bencana alam pada akhirnya tidak hanya membebaskan, ia bahkan
memperbudak. Dan kebebasan yang diberikannya pun bukanlah kebebasan dari
kebuasan alam, tetapi kebebasan dari semua nilai-nilai transendental
(Sardar, Sains Teknologi dan Pembangunan di Dunia Islam).
Perangai teknologi tersebut (dari
kodratnya) pada akhirnya akan menuju ke arah sistem kemasyarakatan dan kontrol
kehidupan yang semakin otoriter, sentralistis dan tak kenal ampun dalam
memaksakan dalil-dalil konsolidasi. Bahkan pengaruh teknologi pada suatu saat
akan mengarah kepada penyeragaman budaya yang universal, yang mana
keseluruhannya itu masuk ke dalam wilayah yang “terbentuk” oleh teknologi
(Ladriere, 1977).
b.
Teknologi dan manusia
Berbicara mengenai manusia yang akan
menjadi pengguna teknologi tidak kalah penting dibandingkan dengan membicarakan
teknologi itu sendiri. Hal ini tidak dapat dipisahkan. Maka penting juga
kiranya untuk mengetahui pola-pola interaksi yang terjadi antara manusia dengan
teknologi.
Menurut Josef Banka (Mangunwijaya, 1983)
manusia yang berinteraksi dengan mesin (teknologi), jika ia tidak berhati-hati,
ia akan sangat kuat dipengaruhi oleh watak dari teknologi. Ia dapat terkena
bahaya samping dari teknologi dimana manusia tersebut akan mengalami konflik
manusiawi yang sangat khas. Di satu sisi ia sebagai manusia membutuhkan
komunikasi, simpati spontan, keterbukaan tanpa curiga terhadap manusia lain
sedangkan di sisi lain terhadap reaksi-reaksi spontan dalam arti teknik
otomatisasi pengemudian.
Banyak faktor yang mempengaruhi
perkembangan teknologi. Pada tingkatan yang mendasar, faktor-faktor tersebut
ditopang oleh sesuatu yang tidak disadari yang dapat diasumsikan sebagai
kumpulan konsep ataupun paket kepercayaan dan nilai yang terangkum bersama
kedalam suatu “pandangan dunia” ataupun ideologi. Jika diibaratkan dengan
ikatan rantai yang tertambat, dan pengetahuan tertambat pada seribu rantai hak
milik orang-perorangan maka teknologi tidak hanya sekedar itu, namun ia bahkan
lebih dalam dari itu. Ia terdapat pada akar dan watak kebudayaan. Teknologi
terikat kedalam mental seluruh totalitas kebudayaan (Mangunwijaya, Teknologi
dan Dampak Kebudayaannya).
B.
Perpindahan teknologi (alih teknologi)
Perpindahan teknologi umum dilakukan. Namun dengan
mengingat karakter teknologi dan juga karakter budaya yang diwakilinya maka
teknologi tidak bisa dengan gampang begitu saja dipindahkan. Jika teknologi
diibaratkan sebagai sinar, maka sinar kebudayaan yang terlepas (ditransfer)
bagaikan elektron yang terlepas ataupun penyakit menular yang tersesat. Ia
dapat membawa maut apabila dipisahkan dari susunan tempat sebelumnya ia
berfungsi, lalu lepas berdiri sendiri, keluar mengembara di dalam lingkungan
lain.
Bila teknologi dipindahkan begitu saja, maka hal itu
merupakan hal yang kurang tepat. Namun hal ini sering dilakukan terutama
terhadap teknologi yang berasal dari Barat. Dengan melakukan ini dapat
diartikan sebagai mengeluarkan teknologi Barat dari lingkungan lokalnya dan
konteks sejarahnya.
C.
Perkembangan teknologi terhadap struktur
masyarakat
Ø Persepsi masyarakat terhadap IPTEK
IPTEK memainkan peran penting sebagai
sebuah agen pembaharu di masyarakat. Sebagai bangsa yang bergerak ke arah
ekonomi berbasis pengetahuan, dibandingkan ekonomi berbasis sumber daya alam
sesuai dengan paradigma tekno-ekonomi, IPTEK menjadi landasan keberhasilan
pembangunan ekonomi yang didukung oleh kapasitas dan kapabilitas sumber daya
manusia yang kompetitif. Kekuatan bangsa diukur dari kemampuan IPTEK sebagai
faktor primer ekonomi menggantikan modal, lahan, dan energi untuk peningkatan
daya saing. UU No. 18 Tahun 2002 Tentang Sistem Nasional Penelitian,
Pengembangan, dan Penerapan IPTEK mengamanatkan tanggung jawab penelitian bukan
lagi monopoli pemerintah, tetapi juga menuntut peran serta masyarakat. Dengan
demikian, masyarakat pada akhirnya dituntut mempunyai wawasan memadai untuk
memahami IPTEK. IPTEK akan berkembang secara cepat dan diskusi mengenai isu-isu
yang timbul dari perkembangan tersebut sangat penting. Beberapa negara di
belahan Benua Eropa telah mengalami berbagai tantangan dalam menangani isu-isu
kontroversial, contohnya: rekayasa genetika. Negara-negara tersebut memperoleh
pelajaran berharga dalam usahanya untuk memperkenalkan dan melibatkan
masyarakat umum terhadap IPTEK. Masyarakat dengan tingkat pendidikan lebih
tinggi akan berargumen bahwa IPTEK sangat esensial untuk masyarakat yang
berpendidikan lebih rendah.
Dalam masyarakat yang dinamis, sikap dan pandangan
lebih penting daripada proses penerimaan suatu informasi bernuansa IPTEK.
Individu di dalam suatu komunitas masyarakat akan bersikap atau bereaksi
terhadap suatu situasi dan kondisi sosial tergantung segi kualitas materi
informasi IPTEK, sehingga strategi komunikasi IPTEK mempunyai ruang lingkup
lebih luas dan mencakup aspek interaksi antara masyarakat dengan IPTEK. Studi
mengenai pendekatan dan indikator pemahaman masyarakat tentang IPTEK umumnya
terdiri dari tiga unsur pokok yang saling berkaitan antara satu sama lain:
ketertarikan, pengetahuan, dan perilaku.
Indikator unsur ketertarikan bertujuan
untuk mengukur hubungan masyarakat dengan perkembangan IPTEK. Indikator
pengetahuan bertujuan untuk mengukur tingkatan pemahaman masyarakat ter-hadap
perkembangan IPTEK. Indikator ini berkaitan dengan hubungan antara IPTEK dan
media massa yang juga mengukur derajat keberhasilan komunikasi IPTEK terhadap
masyarakat dan mengetahui sumber informasi yang paling sering digunakan
masyarakat untuk mendapatkan informasi IPTEK, seperti TV, radio, koran,
majalah, internet, museum, dll. Adapun indikator perilaku mencakup perilaku dan
penerimaan masyarakat terhadap proses pendanaan suatu inovasi IPTEK serta
presepsi masyarakat terhadap keuntungan dan resiko penerapan inovasi IPTEK
tersebut.
D.
Akibat kemajuan teknologi terhadap sosial
budaya
Ø Perbedaan kepribadian pria dan wanita.
Banyak pakar yang berpendapat bahwa kini
semakin besar porsi wanita yang memegang posisi sebagai pemimpin, baik dalam
dunia pemerintahan maupun dalam dunia bisnis. Bahkan perubahan perilaku ke arah
perilaku yang sebelumnya merupakan pekerjaan pria semakin menonjol. Data yang
tertulis dalam buku Megatrend for Women:From Liberation to Leadership yang
ditulis oleh Patricia Aburdene & John Naisbitt (1993) menunjukkan bahwa
peran wanita dalam kepemimpinan semakin membesar. Semakin banyak wanita yang
memasuki bidang politik, sebagai anggota parlemen, senator, gubernur, menteri,
dan berbagai jabatan penting lainnya.
Meningkatnya rasa percaya diri. Kemajuan
ekonomi di negara-negara Asia melahirkan fenomena yang menarik. Perkembangan
dan kemajuan ekonomi telah meningkatkan rasa percaya diri dan ketahanan diri
sebagai suatu bangsa akan semakin kokoh. Bangsa-bangsa Barat tidak lagi dapat
melecehkan bangsa-bangsa Asia.
Tekanan, kompetisi yang tajam di berbagai
aspek kehidupan sebagai konsekuensi globalisasi, akan melahirkan generasi yang
disiplin, tekun dan pekerja keras.
Meskipun demikian kemajuan teknologi akan
berpengaruh negatif pada aspek budaya antara lain :
Kemerosotan moral di kalangan warga
masyarakat, khususnya di kalangan remaja dan pelajar. Kemajuan kehidupan
ekonomi yang terlalu menekankan pada upaya pemenuhan berbagai keinginan
material, telah menyebabkan sebagian warga masyarakat menjadi “kaya dalam
materi tetapi miskin dalam rohani”.
Kenakalan dan tindak menyimpang di kalangan
remaja semakin meningkat semakin lemahnya kewibawaan tradisi-tradisi yang ada
di masyarakat, seperti gotong royong dan tolong-menolong telah melemahkan
kekuatan-kekuatan sentripetal yang berperan penting dalam menciptakan kesatuan
sosial. Akibat lanjut bisa dilihat bersama, kenakalan dan tindak menyimpang di
kalangan remaja dan pelajar semakin meningkat dalam berbagai bentuknya, seperti
perkelahian, corat-coret, pelanggaran lalu lintas sampai tindak kejahatan.
Pola interaksi antar manusia yang berubah
Kehadiran komputer pada kebanyakan rumah tangga golongan menengah ke atas telah
merubah pola interaksi keluarga. Komputer yang disambungkan dengan telpon telah
membuka peluang bagi siapa saja untuk berhubungan dengan dunia luar. Program
internet relay chatting (IRC), internet, dan e-mail telah membuat orang asyik
dengan kehidupannya sendiri. Selain itu tersedianya berbagai warung internet
(warnet) telah memberi peluang kepada banyak orang yang tidak memiliki komputer
dan saluran internet sendiri untuk berkomunikasi dengan orang lain melalui
internet. Kini semakin banyak orang yang menghabiskan waktunya sendirian dengan
komputer. Melalui program internet relay chatting (IRC) anak-anak bisa asyik
mengobrol dengan teman dan orang asing kapan saja.
E.
Penanganan dalam penggunaan teknologi agar
tidak melanggar norma dan nilai yang di anut oleh masyarakat
Ø Makna Konsekuensi Kultural Teknologi Komunikasi
Untuk memahami makna konsekuensi kultural
teknologi komunikasi, perludiungkap pengertian cultural lebih dulu. Kultural
berasal dari kata cultural, yangdalam Bahasa Inggris berartihaving
to do with culture (berkaitan dengan budaya).Jadi, tidak berlebihan
bila kultural diartikan sebagai kebudayaan. Atas dasarpemikiran di atas,
konsekuensi cultural pemakaian teknologi komunikasi dilihat padakarakter yang
dimiliki lembaga sosial, sistem pengetahuan, perilaku keseharianindividu dan
komunitas, sistem nilai dan norma dalam masyarakat berubah, sebagaikelanjutan
logis pemakaian teknologi komunikasi, maka sudah terjadi konsekuensikultural.
Sebaliknya, bila karakter lembaga sosial, sistem pengetahuan,
perilakukeseharian individu dan komunitas, sistem nilai dan norma dalam
masyarakat,sebagai kelanjutan logis pemakaian teknologi komunikasi, tidak
berubah; maka tidakada konsekuensi kultural pemakaian teknologi komunikasi.
Ø Konsekuensi Kultural. Pemakaian Teknologi Komunikasi
Bila kita menengok kenyataan, misalnya pada
perilaku orang-orang yang sukamengakses internet, temyata mereka sadar bahwa
kadang-kadang mereka”berurusan” dengan apa yang disebut realitas maya (virtual
reality). Realitas mayasendiri, seperti ditulis Mark Slouka, merujuk pada
lingkungan yang “menyelubungi”atau “menghidupkan secara sensual”, yang dimasuki
individu dengan caramenghubungkan dirinya ke komputer (1999:38). Dengan kata
lain, orang-orang yangsuka mengakses internet sadar bahwa komputer menciptakan
ilusi untuk mereka.Tetapi, tidak banyak yang bisa membedakan ilusi tersebut
dengan dunia nyata.Akibatnya, mereka merasa
senang menghadapinya.Bisa saja tawaran yang diajukan dunia semu itu
sejalan dengan kebutuhanindividu yang mengakses internet. Bisa saja tawaran
dunia semu tersebut sesuaidengan keinginan individu untuk menciptakan identitas
baru buat dirinya. Yang jelas,jaringan internet telah menawarkan bentuk
komunitas baru, yaitu komunitas maya(virtual community). Dalam konteks
komunitas semu ini, paling sedikit ada duakonsekuensi kultural pemakaian
teknologi komunikasi yang menonjol, yaitu:
Perubahan Sistem Nilai dan Norma
Jika diibaratkan sebagai pengembara, maka orang-orang
yang mengaksesinternet akan banyak melakukan perjalanan, banyak melihat dan
tentu sajabanyak memperoleh informasi. Semua pengalarnan itu, tentu saja akan
mengubahpandangan mereka tentang diri mereka sendiri serta nilai dan norma yang
selamaini mereka anut. Bukan mustahil mereka lantas mengadopsi
nilai-nilaiprofesionalisme yang mengutamakan prinsip kepakaran, otoritas,
otonomi,autensitas dan integritas. Bukan mustahil pula mereka tidak menyukai
lagisolidaritas komunal. Kalau ini yang terjadi, sesungguhnya perubahan sistem
nilaiitu baik untuk kemajuan masyarakat secara keseluruhan. Artinya,
nilai-nilai yangdiadopsi adalah nilai yang bermanfaat untuk membangun
kebudayaan industrial.
Tetapi bukan mustahil yang terjadi adalah, orang-orang
yang mengaksesinternet tidak peduli lagi dengan tatanan moral, sistem nilai dan
norma yangtelah disepakati berpuluh-puluh tahun. Mereka hanyut dalam
pengembaraanmereka dan menabrak apa saja yang mereka anggap menghambat tujuan
mereka.Mereka merasa tidak peduli lagi dengan segala aturan yang ada.Bila melihat
kenyataan di negara-negara maju, kita tentu mengerti bahwaperubahan yang
terjadi pada orang-orang yang mengakses internet adalahperubahan moral dan
kemanusiaan. Orang tidak peduli lagi dengan moral yangselama ini dijunjung
tinggi. Orang juga tidak peduli dengan nilai kemanusiaanorang lain. Sudah
begitu, orang lebih percaya pada isu daripada informasi, lebihpercaya pada
rumor ketimbang kebenaran. Pergeseran nilai yang nampak
ekstrimadalah kemudahan pengguna untuk menjelajahi situs-situs porno atau
situs-situscabul yang banyak bertebaran di internet dan bebas sensor karena
internetdianggap tidak memiliki aturan dan kejelasan hukum dalam
penggunaannya.Selain itu muncul kejahatan menggunakan internet yang disebut
dengan“carding” berupa pembobolan kartu kredit milik orang lain. Ini disebabkan
karenakeamanan dalam internet saat ini masih belum sempurna khususnya
berkaitandengan subscribe pendaftaran diri pada suatu situs.
Penyerahan sebagian otoritas diri pada teknologi komunikasi
Bila dicermati maka orang-orang yang mengakses
teknologi komunikasiinformasi akan meluangkan waktu yang banyak dan biaya yang
mahal untukmencari informasi yang dibutuhkan. Meski telah terpuaskan oleh
informasi yangdidapat kecenderungannya orang-orang tersebut akan terus mencari
dan mencariinformasi memalui internet. Disinilah kondisi penyerahan diri pada
teknologiterjadi akibanya Keasyikan dalam menggunakan internet menjadikan
semacamkecanduan yang mau tidak mau membawa ke arah pengeluaran keuangan
yanglebih.
Selain itu penggunaan internet memunculkan trend
centre gaya hidup denganpenambahan pengetahuan dari media internet
Orang tidak dianggap eksis bilatidak memiliki e-mail atau bergabung dalam
komunitas virtual seperti friendsteratau blogger. Lembaga tidak dianggap eksis
bila tidak memiliki website atau situsresmi.
Kolonialisasi
Munculnya teknologi komunikasi menyebabkan arus
informasi dari Negaramaju ke negara berkembang adalah tidak seimbang.
Ketidakseimbangan inimenyebabkan masyarakat negara tertentu lebih banyak
mengkonsumsi informasidari negara yang rich informations (maju).
Sehingga memungkinkan munculnyakolonialisasi> Kolonialisasi disini bukannya
taktik imperialisme dalam penaklukannegara lain melalui akuisisi tanah dan
wilayah namun berupa penjajahan melaluiarus informasi.
Ø Sikap terhadap Informasi dan Teknologi
Salah satu nilai penting yang harus
dibangun dalam penggunaan teknologi komunikasi adalah kejujuran (saling
percaya). Ketidaksaling-percayaan dapat membuat teknologi komunikasi sia-sia.
Sebagai contoh, perangkat teknologi yang dipasang di Gedung MPR bernilai
ratusan juta rupiah untuk menghitung perolehan suara lewat voting tidak
digunakan sama sekali dalam sidang MPR tahun 1999 karena setiap pihak (wakil
partai politik) tidak percaya bahwa perangkat tersebut mampu menghitung suara
secara benar. Kecurigaan timbal balik di antara berbagai pihak tersebut telah
memubazirkan alat teknologi yang harganya mahal itu, padahal uang rakyat
digunakan untuk itu.
Maka sebelum kita menyebarkan IPTEK dan
meningkatkan daya saingnya kepada masyarakat, sekali lagi aspek-aspek tersebut
harus cocok dengan nilai-nilai yang kita anut sebagai bangsa, dan harus
bermanfaat bagi kemajuan bangsa kita lahir-batin. Sayangnya hingga saat ini
kita belum memiliki jati-diri ini. Maka sebelum atau seraya kita mengembangkan
dan menerapkan IPTEK kepada masya-rakat, kita juga harus menanamkan nilai-nilai
yang ingin kita anut sebagai sebuah bangsa yang berbermartabat. Tanpa jati-diri
yang kuat, tidak mungkin kita dapat memajukan bangsa kita lewat pengembangan
IPTEK.
Jati-diri bangsa kita adalah ruh
pembangunan masyarakat ini. Tanpa keyakinan ini kita akan terombang-ambing
dalam percaturan antarbangsa. Kita akan dimanipulasi bangsa lain, dimanfaatkan,
dikambing-hitamkan. Kita akan menjadi budak mereka bukan mitra sejajar yang
punya harga diri. Untuk mengembangkan IPTEK di Indonesia, kita perlu melakukan
penelitian mengenai sistem budaya (kepercayaan) berbagai komunitas di
Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan kepercayaan budaya mereka terhadap
hal-hal yang baru. Penelitian mengenai ragam nilai budaya komunitas-komunitas
etnik misalnya perlu dilakukan secara intensif. Para antropolog, sosiolog,
psikolog, komunikolog, dan linguis perlu diterjunkan untuk menghimpun sistem
nilai budaya mereka, termasuk bahasa mereka yang mencerminkan nilai-nilai
tersebut.
Effendi, Ridwan dan Elly Malihah. 2007. Pendidikan Lingkungan
Sosial Budaya dan Teknologi (PLSBT). Bandung: CV.Yasindo Multi Aspek
Mangunwijaya, Y. B. 1983. Teknologi dan Dampak Kebudayaannya,
Yayasan Obor Indonesia.
Pikiran Rakyat, 29 Agustus 2001
Sinaga, Anggiat. 2001. Sains, Teknologi dan Kemasyarakatan,
Warta Sosioteknologi: ITB
UU No. 18 Tahun 2002 Tentang Sistem Nasional Penelitian Pengembangan dan
Penerapan IPTEK.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar