Senin, 13 Oktober 2014

sosio teknologi

Sosio teknologi
A.  Pengertian Sosioteknologi
Menurut Filino Harahap (Mangunwijaya, 1983) teknologi merupakan penerapan secara sistematis dari pengetahuan-pengetahuan ilmiah untuk keperluan-keperluan praktis. Pengetahuan-pengetahuan tersebut terakumulasi dalam kemampuan teknik dan intelektual yang diaplikasikan secara praktis dalam menciptakan produk (barang dan jasa) untuk keperluan umat manusia.
Secara umum, definisi sosioteknologi adalah sebuah epistemologi pengembangan sains dan teknologi dengan sudut pandang aspek kemasyarakatan dan kemanusiaan. Studi ini memiliki fungsi dan peran untuk mentransformasikan masyarakat menjadi masyarakat pengetahuan yang kritis, kreatif, dan inovatif (Pikiran Rakyat, 29 Agustus 2001).
Sosioteknologi sendiri mencoba menelaah lebih jauh tentang keterkaitan ataupun relasi antara manusia dengan teknologi. Penelaahan ini berkaitan dengan implikasi yang ditimbulkan teknologi terhadap segi-segi kehidupan dan penghidupan masyarakat –bagaimana seharusnya mengelola dampak dan peran teknologi tersebut dalam meningkatkan derajat kemasyarakatan di satu sisi, serta bagaimana seharusnya sikap dan peran masyarakat dalam menerima fungsi teknologi itu di sisi lain (Sinaga, 2001).
Beberapa prinsip dalam hal hubungan antara manusia dengan teknologi antara lain :
a.       Watak teknologi
Teknologi bukanlah “benda mati”, ia “hidup”. Ia memiliki mekanisme dan dinamika kerjanya sendiri. Mekanisme itu dapat mengubah manusia penggunanya sehingga manusianya sehingga manusianya ikut menjadi alat. Manusia yang hakekatnya adalah makhluk yang mengekspresikan keunikan dirinya lewat pekerjaannya (homo faber), akhirnya bisa kehilangan kemanusiaannya dan menjadi alat belaka atau salah satu komponen saja dari sistem pekerjaan atau produksinya. Dan karena merupakan suatu kesatuan sistem, teknologi bukan sekedar alat tak berjiwa melainkan ia mampu juga menciptakan dunianya tersendiri dengan seperangkat sistem nilainya (Sutama, www.bpkpenabur.or.id/index.htm).
Selain itu teknologi yang umumnya diyakini sebagai kebutuhan pokok untuk “maju” dan membebaskan manusia dari bencana-bencana alam pada akhirnya tidak hanya membebaskan, ia bahkan memperbudak. Dan kebebasan yang diberikannya pun bukanlah kebebasan dari kebuasan alam, tetapi kebebasan dari semua nilai-nilai transendental (Sardar, Sains Teknologi dan Pembangunan di Dunia Islam).
Perangai teknologi tersebut (dari kodratnya) pada akhirnya akan menuju ke arah sistem kemasyarakatan dan kontrol kehidupan yang semakin otoriter, sentralistis dan tak kenal ampun dalam memaksakan dalil-dalil konsolidasi. Bahkan pengaruh teknologi pada suatu saat akan mengarah kepada penyeragaman budaya yang universal, yang mana keseluruhannya itu masuk ke dalam wilayah yang “terbentuk” oleh teknologi (Ladriere, 1977).
b.      Teknologi dan manusia
Berbicara mengenai manusia yang akan menjadi pengguna teknologi tidak kalah penting dibandingkan dengan membicarakan teknologi itu sendiri. Hal ini tidak dapat dipisahkan. Maka penting juga kiranya untuk mengetahui pola-pola interaksi yang terjadi antara manusia dengan teknologi.
Menurut Josef Banka (Mangunwijaya, 1983) manusia yang berinteraksi dengan mesin (teknologi), jika ia tidak berhati-hati, ia akan sangat kuat dipengaruhi oleh watak dari teknologi. Ia dapat terkena bahaya samping dari teknologi dimana manusia tersebut akan mengalami konflik manusiawi yang sangat khas. Di satu sisi ia sebagai manusia membutuhkan komunikasi, simpati spontan, keterbukaan tanpa curiga terhadap manusia lain sedangkan di sisi lain terhadap reaksi-reaksi spontan dalam arti teknik otomatisasi pengemudian.
Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan teknologi. Pada tingkatan yang mendasar, faktor-faktor tersebut ditopang oleh sesuatu yang tidak disadari yang dapat diasumsikan sebagai kumpulan konsep ataupun paket kepercayaan dan nilai yang terangkum bersama kedalam suatu “pandangan dunia” ataupun ideologi. Jika diibaratkan dengan ikatan rantai yang tertambat, dan pengetahuan tertambat pada seribu rantai hak milik orang-perorangan maka teknologi tidak hanya sekedar itu, namun ia bahkan lebih dalam dari itu. Ia terdapat pada akar dan watak kebudayaan. Teknologi terikat kedalam mental seluruh totalitas kebudayaan (Mangunwijaya, Teknologi dan Dampak Kebudayaannya).
B.   Perpindahan teknologi (alih teknologi)
Perpindahan teknologi umum dilakukan. Namun dengan mengingat karakter teknologi dan juga karakter budaya yang diwakilinya maka teknologi tidak bisa dengan gampang begitu saja dipindahkan. Jika teknologi diibaratkan sebagai sinar, maka sinar kebudayaan yang terlepas (ditransfer) bagaikan elektron yang terlepas ataupun penyakit menular yang tersesat. Ia dapat membawa maut apabila dipisahkan dari susunan tempat sebelumnya ia berfungsi, lalu lepas berdiri sendiri, keluar mengembara di dalam lingkungan lain.
Bila teknologi dipindahkan begitu saja, maka hal itu merupakan hal yang kurang tepat. Namun hal ini sering dilakukan terutama terhadap teknologi yang berasal dari Barat. Dengan melakukan ini dapat diartikan sebagai mengeluarkan teknologi Barat dari lingkungan lokalnya dan konteks sejarahnya.
C.   Perkembangan teknologi terhadap struktur masyarakat
Ø  Persepsi masyarakat terhadap IPTEK
IPTEK memainkan peran penting sebagai sebuah agen pembaharu di masyarakat. Sebagai bangsa yang bergerak ke arah ekonomi berbasis pengetahuan, dibandingkan ekonomi berbasis sumber daya alam sesuai dengan paradigma tekno-ekonomi, IPTEK menjadi landasan keberhasilan pembangunan ekonomi yang didukung oleh kapasitas dan kapabilitas sumber daya manusia yang kompetitif. Kekuatan bangsa diukur dari kemampuan IPTEK sebagai faktor primer ekonomi menggantikan modal, lahan, dan energi untuk peningkatan daya saing. UU No. 18 Tahun 2002 Tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan IPTEK mengamanatkan tanggung jawab penelitian bukan lagi monopoli pemerintah, tetapi juga menuntut peran serta masyarakat. Dengan demikian, masyarakat pada akhirnya dituntut mempunyai wawasan memadai untuk memahami IPTEK. IPTEK akan berkembang secara cepat dan diskusi mengenai isu-isu yang timbul dari perkembangan tersebut sangat penting. Beberapa negara di belahan Benua Eropa telah mengalami berbagai tantangan dalam menangani isu-isu kontroversial, contohnya: rekayasa genetika. Negara-negara tersebut memperoleh pelajaran berharga dalam usahanya untuk memperkenalkan dan melibatkan masyarakat umum terhadap IPTEK. Masyarakat dengan tingkat pendidikan lebih tinggi akan berargumen bahwa IPTEK sangat esensial untuk masyarakat yang berpendidikan lebih rendah.
Dalam masyarakat yang dinamis, sikap dan pandangan lebih penting daripada proses penerimaan suatu informasi bernuansa IPTEK. Individu di dalam suatu komunitas masyarakat akan bersikap atau bereaksi terhadap suatu situasi dan kondisi sosial tergantung segi kualitas materi informasi IPTEK, sehingga strategi komunikasi IPTEK mempunyai ruang lingkup lebih luas dan mencakup aspek interaksi antara masyarakat dengan IPTEK. Studi mengenai pendekatan dan indikator pemahaman masyarakat tentang IPTEK umumnya terdiri dari tiga unsur pokok yang saling berkaitan antara satu sama lain: ketertarikan, pengetahuan, dan perilaku.
Indikator unsur ketertarikan bertujuan untuk mengukur hubungan masyarakat dengan perkembangan IPTEK. Indikator pengetahuan bertujuan untuk mengukur tingkatan pemahaman masyarakat ter-hadap perkembangan IPTEK. Indikator ini berkaitan dengan hubungan antara IPTEK dan media massa yang juga mengukur derajat keberhasilan komunikasi IPTEK terhadap masyarakat dan mengetahui sumber informasi yang paling sering digunakan masyarakat untuk mendapatkan informasi IPTEK, seperti TV, radio, koran, majalah, internet, museum, dll. Adapun indikator perilaku mencakup perilaku dan penerimaan masyarakat terhadap proses pendanaan suatu inovasi IPTEK serta presepsi masyarakat terhadap keuntungan dan resiko penerapan inovasi IPTEK tersebut.
D.  Akibat kemajuan teknologi terhadap sosial budaya
Ø  Perbedaan kepribadian pria dan wanita.
Banyak pakar yang berpendapat bahwa kini semakin besar porsi wanita yang memegang posisi sebagai pemimpin, baik dalam dunia pemerintahan maupun dalam dunia bisnis. Bahkan perubahan perilaku ke arah perilaku yang sebelumnya merupakan pekerjaan pria semakin menonjol. Data yang tertulis dalam buku Megatrend for Women:From Liberation to Leadership yang ditulis oleh Patricia Aburdene & John Naisbitt (1993) menunjukkan bahwa peran wanita dalam kepemimpinan semakin membesar. Semakin banyak wanita yang memasuki bidang politik, sebagai anggota parlemen, senator, gubernur, menteri, dan berbagai jabatan penting lainnya.
Meningkatnya rasa percaya diri. Kemajuan ekonomi di negara-negara Asia melahirkan fenomena yang menarik. Perkembangan dan kemajuan ekonomi telah meningkatkan rasa percaya diri dan ketahanan diri sebagai suatu bangsa akan semakin kokoh. Bangsa-bangsa Barat tidak lagi dapat melecehkan bangsa-bangsa Asia.
Tekanan, kompetisi yang tajam di berbagai aspek kehidupan sebagai konsekuensi globalisasi, akan melahirkan generasi yang disiplin, tekun dan pekerja keras.
Meskipun demikian kemajuan teknologi akan berpengaruh negatif pada aspek budaya antara lain :
Kemerosotan moral di kalangan warga masyarakat, khususnya di kalangan remaja dan pelajar. Kemajuan kehidupan ekonomi yang terlalu menekankan pada upaya pemenuhan berbagai keinginan material, telah menyebabkan sebagian warga masyarakat menjadi “kaya dalam materi tetapi miskin dalam rohani”.
Kenakalan dan tindak menyimpang di kalangan remaja semakin meningkat semakin lemahnya kewibawaan tradisi-tradisi yang ada di masyarakat, seperti gotong royong dan tolong-menolong telah melemahkan kekuatan-kekuatan sentripetal yang berperan penting dalam menciptakan kesatuan sosial. Akibat lanjut bisa dilihat bersama, kenakalan dan tindak menyimpang di kalangan remaja dan pelajar semakin meningkat dalam berbagai bentuknya, seperti perkelahian, corat-coret, pelanggaran lalu lintas sampai tindak kejahatan.
Pola interaksi antar manusia yang berubah Kehadiran komputer pada kebanyakan rumah tangga golongan menengah ke atas telah merubah pola interaksi keluarga. Komputer yang disambungkan dengan telpon telah membuka peluang bagi siapa saja untuk berhubungan dengan dunia luar. Program internet relay chatting (IRC), internet, dan e-mail telah membuat orang asyik dengan kehidupannya sendiri. Selain itu tersedianya berbagai warung internet (warnet) telah memberi peluang kepada banyak orang yang tidak memiliki komputer dan saluran internet sendiri untuk berkomunikasi dengan orang lain melalui internet. Kini semakin banyak orang yang menghabiskan waktunya sendirian dengan komputer. Melalui program internet relay chatting (IRC) anak-anak bisa asyik mengobrol dengan teman dan orang asing kapan saja.
E.   Penanganan dalam penggunaan teknologi agar tidak melanggar norma dan nilai yang di anut oleh masyarakat
Ø  Makna Konsekuensi Kultural Teknologi Komunikasi
Untuk memahami makna konsekuensi kultural teknologi komunikasi, perludiungkap pengertian cultural lebih dulu. Kultural berasal dari kata cultural, yangdalam Bahasa Inggris berartihaving to do with culture (berkaitan dengan budaya).Jadi, tidak berlebihan bila kultural diartikan sebagai kebudayaan. Atas dasarpemikiran di atas, konsekuensi cultural pemakaian teknologi komunikasi dilihat padakarakter yang dimiliki lembaga sosial, sistem pengetahuan, perilaku keseharianindividu dan komunitas, sistem nilai dan norma dalam masyarakat berubah, sebagaikelanjutan logis pemakaian teknologi komunikasi, maka sudah terjadi konsekuensikultural. Sebaliknya, bila karakter lembaga sosial, sistem pengetahuan, perilakukeseharian individu dan komunitas, sistem nilai dan norma dalam masyarakat,sebagai kelanjutan logis pemakaian teknologi komunikasi, tidak berubah; maka tidakada konsekuensi kultural pemakaian teknologi komunikasi.

Ø  Konsekuensi Kultural. Pemakaian Teknologi Komunikasi
Bila kita menengok kenyataan, misalnya pada perilaku orang-orang yang sukamengakses internet, temyata mereka sadar bahwa kadang-kadang mereka”berurusan” dengan apa yang disebut realitas maya (virtual reality). Realitas mayasendiri, seperti ditulis Mark Slouka, merujuk pada lingkungan yang “menyelubungi”atau “menghidupkan secara sensual”, yang dimasuki individu dengan caramenghubungkan dirinya ke komputer (1999:38). Dengan kata lain, orang-orang yangsuka mengakses internet sadar bahwa komputer menciptakan ilusi untuk mereka.Tetapi, tidak banyak yang bisa membedakan ilusi tersebut dengan dunia nyata.Akibatnya, mereka merasa senang menghadapinya.Bisa saja tawaran yang diajukan dunia semu itu sejalan dengan kebutuhanindividu yang mengakses internet. Bisa saja tawaran dunia semu tersebut sesuaidengan keinginan individu untuk menciptakan identitas baru buat dirinya. Yang jelas,jaringan internet telah menawarkan bentuk komunitas baru, yaitu komunitas maya(virtual community). Dalam konteks komunitas semu ini, paling sedikit ada duakonsekuensi kultural pemakaian teknologi komunikasi yang menonjol, yaitu:
Perubahan Sistem Nilai dan Norma
Jika diibaratkan sebagai pengembara, maka orang-orang yang mengaksesinternet akan banyak melakukan perjalanan, banyak melihat dan tentu sajabanyak memperoleh informasi. Semua pengalarnan itu, tentu saja akan mengubahpandangan mereka tentang diri mereka sendiri serta nilai dan norma yang selamaini mereka anut. Bukan mustahil mereka lantas mengadopsi nilai-nilaiprofesionalisme yang mengutamakan prinsip kepakaran, otoritas, otonomi,autensitas dan integritas. Bukan mustahil pula mereka tidak menyukai lagisolidaritas komunal. Kalau ini yang terjadi, sesungguhnya perubahan sistem nilaiitu baik untuk kemajuan masyarakat secara keseluruhan. Artinya, nilai-nilai yangdiadopsi adalah nilai yang bermanfaat untuk membangun kebudayaan industrial.
Tetapi bukan mustahil yang terjadi adalah, orang-orang yang mengaksesinternet tidak peduli lagi dengan tatanan moral, sistem nilai dan norma yangtelah disepakati berpuluh-puluh tahun. Mereka hanyut dalam pengembaraanmereka dan menabrak apa saja yang mereka anggap menghambat tujuan mereka.Mereka merasa tidak peduli lagi dengan segala aturan yang ada.Bila melihat kenyataan di negara-negara maju, kita tentu mengerti bahwaperubahan yang terjadi pada orang-orang yang mengakses internet adalahperubahan moral dan kemanusiaan. Orang tidak peduli lagi dengan moral yangselama ini dijunjung tinggi. Orang juga tidak peduli dengan nilai kemanusiaanorang lain. Sudah begitu, orang lebih percaya pada isu daripada informasi, lebihpercaya pada rumor ketimbang kebenaran. Pergeseran nilai yang nampak ekstrimadalah kemudahan pengguna untuk menjelajahi situs-situs porno atau situs-situscabul yang banyak bertebaran di internet dan bebas sensor karena internetdianggap tidak memiliki aturan dan kejelasan hukum dalam penggunaannya.Selain itu muncul kejahatan menggunakan internet yang disebut dengan“carding” berupa pembobolan kartu kredit milik orang lain. Ini disebabkan karenakeamanan dalam internet saat ini masih belum sempurna khususnya berkaitandengan subscribe pendaftaran diri pada suatu situs.
Penyerahan sebagian otoritas diri pada teknologi komunikasi
Bila dicermati maka orang-orang yang mengakses teknologi komunikasiinformasi akan meluangkan waktu yang banyak dan biaya yang mahal untukmencari informasi yang dibutuhkan. Meski telah terpuaskan oleh informasi yangdidapat kecenderungannya orang-orang tersebut akan terus mencari dan mencariinformasi memalui internet. Disinilah kondisi penyerahan diri pada teknologiterjadi akibanya Keasyikan dalam menggunakan internet menjadikan semacamkecanduan yang mau tidak mau membawa ke arah pengeluaran keuangan yanglebih.
Selain itu penggunaan internet memunculkan trend centre gaya hidup denganpenambahan pengetahuan dari media internet Orang tidak dianggap eksis bilatidak memiliki e-mail atau bergabung dalam komunitas virtual seperti friendsteratau blogger. Lembaga tidak dianggap eksis bila tidak memiliki website atau situsresmi.
Kolonialisasi
Munculnya teknologi komunikasi menyebabkan arus informasi dari Negaramaju ke negara berkembang adalah tidak seimbang. Ketidakseimbangan inimenyebabkan masyarakat negara tertentu lebih banyak mengkonsumsi informasidari negara yang rich informations (maju). Sehingga memungkinkan munculnyakolonialisasi> Kolonialisasi disini bukannya taktik imperialisme dalam penaklukannegara lain melalui akuisisi tanah dan wilayah namun berupa penjajahan melaluiarus informasi.
Ø  Sikap terhadap Informasi dan Teknologi
Salah satu nilai penting yang harus dibangun dalam penggunaan teknologi komunikasi adalah kejujuran (saling percaya). Ketidaksaling-percayaan dapat membuat teknologi komunikasi sia-sia. Sebagai contoh, perangkat teknologi yang dipasang di Gedung MPR bernilai ratusan juta rupiah untuk menghitung perolehan suara lewat voting tidak digunakan sama sekali dalam sidang MPR tahun 1999 karena setiap pihak (wakil partai politik) tidak percaya bahwa perangkat tersebut mampu menghitung suara secara benar. Kecurigaan timbal balik di antara berbagai pihak tersebut telah memubazirkan alat teknologi yang harganya mahal itu, padahal uang rakyat digunakan untuk itu.
Maka sebelum kita menyebarkan IPTEK dan meningkatkan daya saingnya kepada masyarakat, sekali lagi aspek-aspek tersebut harus cocok dengan nilai-nilai yang kita anut sebagai bangsa, dan harus bermanfaat bagi kemajuan bangsa kita lahir-batin. Sayangnya hingga saat ini kita belum memiliki jati-diri ini. Maka sebelum atau seraya kita mengembangkan dan menerapkan IPTEK kepada masya-rakat, kita juga harus menanamkan nilai-nilai yang ingin kita anut sebagai sebuah bangsa yang berbermartabat. Tanpa jati-diri yang kuat, tidak mungkin kita dapat memajukan bangsa kita lewat pengembangan IPTEK.
Jati-diri bangsa kita adalah ruh pembangunan masyarakat ini. Tanpa keyakinan ini kita akan terombang-ambing dalam percaturan antarbangsa. Kita akan dimanipulasi bangsa lain, dimanfaatkan, dikambing-hitamkan. Kita akan menjadi budak mereka bukan mitra sejajar yang punya harga diri. Untuk mengembangkan IPTEK di Indonesia, kita perlu melakukan penelitian mengenai sistem budaya (kepercayaan) berbagai komunitas di Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan kepercayaan budaya mereka terhadap hal-hal yang baru. Penelitian mengenai ragam nilai budaya komunitas-komunitas etnik misalnya perlu dilakukan secara intensif. Para antropolog, sosiolog, psikolog, komunikolog, dan linguis perlu diterjunkan untuk menghimpun sistem nilai budaya mereka, termasuk bahasa mereka yang mencerminkan nilai-nilai tersebut.

SUMBER        :
Effendi, Ridwan dan Elly Malihah. 2007. Pendidikan Lingkungan Sosial Budaya dan Teknologi (PLSBT). Bandung: CV.Yasindo Multi Aspek
Mangunwijaya, Y. B. 1983. Teknologi dan Dampak Kebudayaannya, Yayasan Obor Indonesia.
Pikiran Rakyat, 29 Agustus 2001
Sinaga, Anggiat. 2001. Sains, Teknologi dan Kemasyarakatan, Warta Sosioteknologi: ITB
Sutama, Adji yang diakses di www.bpkpenabur.or.id/index.htm
UU No. 18 Tahun 2002 Tentang Sistem Nasional Penelitian Pengembangan dan Penerapan IPTEK.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar